...

Semestinya Humas Mudah Dihubungi

Familipulsa.com, Magetan

Semestinya Humas mudah dihubungi

Jakarta (VIRAL) – Di era keterbukaan informasi, berbagai instansi pemerintah seakan berlomba-lomba memberikan layanan informasi yang terbaik, tercepat dan terbuka, dengan menempatkan para ahli komunikasi di garda terdepan. Pemilihan pimpinan dan tenaga kehumasan, biro komunikasi atau pusat informasi yang tepat merupakan faktor penentu keberhasilan citra baik suatu lembaga. Banyak instansi pemerintah menjadi menarik dan tanggap, meski ternyata masih banyak yang menggunakan “gaya lama”.

Untuk menjamin kualitas pelayanan Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Jaksa Agung ST Burhanuddin memilih dengan cermat jabatan Kepala Puspenkum. Ia memilih Kapuspenkum berdasarkan kinerja, gaya komunikasi, kompetensi dan kompetensi, termasuk keterampilan teknis peradilan dan pengetahuan menyeluruh tentang sistem peradilan.

“Termasuk tanggung jawab kejaksaan, latar belakang hukumnya juga harus bagus, karena semua perkara yang ditangani kejaksaan bukan hanya korupsi, tapi juga tindak pidana umum, pidana militer, dan kasus yang sangat luas di wilayah Datun, termasuk intelijen,” kata Presiden. Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan.

Ini semua yang harus dikuasai Kapuspenkum agar Jaksa Agung tidak bisa sembarangan memilih.

Dalam hal komunikasi, Jaksa Agung meminta Kapuspenkum memiliki gaya komunikasi yang tenang, tidak emosional, tidak meledak-ledak, dan mampu menahan diri.

Jadi gaya komunikasi harus benar-benar menjadi gaya komunikasi sosial. Karena pesan dari Kejaksaan harus sampai ke masyarakat, komunikasinya harus jelas.

Selain itu, juru bicara Kejaksaan Agung juga harus mampu membangun elite Penkum yang berorientasi pada rakyat. Hal lain yang bersifat nonteknis namun sangat penting adalah bahwa yang bernama Kapuspenkum adalah orang kepercayaan penuh pimpinan Kejaksaan Agung.

Dengan segala kriteria dan alasan tersebut, Jaksa Agung periode ini, Burhanuddin, mempercayakan posisi strategisnya sebagai penjaga citra lembaga Adhyaksa kepada mantan Presiden Kejaksaan Tinggi Bali Ketut Sumedana yang didatangkan ke Jakarta untuk memimpin Puspenkum.

Ketut pun mengaku bangga atas kepercayaan yang diberikan pimpinan puncak Kejaksaan Agung kepadanya.

“Saya bangga dan senang menjadi Kapuspenkum, selain bisa berkomunikasi langsung dengan awak media, tapi juga melalui teknologi digital. Sehingga kita bisa bekerja dan bertemu kapan saja, di mana saja (Work From Anywhere/WFA),” ungkapnya.

Transformasi teknologi digital telah membantu Ketut untuk menampilkan penampilannya dengan lebih mudah, cepat, dan biaya lebih murah tanpa harus bertatap muka dengan media dan publik.

Jaksa Agung sendiri telah mendorong penuntutan digital tanpa menunggu perintah. Oleh karena itu, Insan Puspenkum harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan hukum masyarakat, khususnya dalam memberikan kinerja kepada publik agar lembaga tersebut tidak dikatakan tidur.

Anang Ristanto, Kepala Biro Humas dan Kerjasama (BKHM) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), menyampaikan hal serupa.

Humas selalu membutuhkan pemahaman tentang kebijakan atau isu-isu yang terus berkembang di masyarakat.

Untuk itu, Humas juga perlu memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan jelas, kemampuan memahami situasi dan beradaptasi dengan perubahan dan tantangan yang muncul setiap saat.

Selebihnya, pahami audiens target sehingga dapat mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan akurat.

PR panas

Daya tanggap, komunikasi dan antusiasme muncul secara alami pada seorang humas yang sangat menyadari peran dan fungsi utamanya (tupoksi) sebagai penghubung dengan media dan publik. Betapapun sibuknya pekerjaan yang sedang berjalan, tetap ada kebutuhan untuk merespons komunikasi dengan cepat. Christian Samosir, Direktorat Komunikasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), adalah contohnya.

Beberapa hari lalu, saat hendak melakukan perjalanan bisnis ke tempat lain, ia masih sibuk berkomunikasi dengan awak media sekitar 10 menit sebelum naik pesawat, termasuk mencari foto dokumen acara yang dibutuhkan media.

Setelah mengirimkan sejumlah foto yang diminta wartawan, ia berpamitan untuk naik ke pesawat dan mematikan ponselnya. Tak lama setelah mendarat, Chris bergegas membalas pesan bahwa dia terjebak di pesawat. Dia menggerakkan perannya sebagai komunikator agensi dengan sangat serius.

“kita bekerja semaksimal mungkin, melakukan yang terbaik yang kita bisa,” katanya.

Rekan Christian Samosir, Kevin Maulana, juga menunjukkan antusiasme atas pertukaran tersebut. Dia cepat meminta maaf ketika dia terlambat beberapa menit membalas pesan WhatsApp.

Kevin menulis: “Maaf atas balasan yang terlambat, saya sedang di motor, tunggu.”

Selanjutnya, ia langsung melakukan wawancara sesuai permintaan atasannya. Tidak lama kemudian, Kevin memberi tahu saya kapan saya bisa wawancara.

Christian dan Kevin adalah orang-orang yang hampir tidak punya waktu istirahat dan ponsel mereka selalu aktif untuk menyelesaikan pekerjaan rumah mereka dengan sempurna.

Di balik diadakannya konferensi pers adalah kerja keras humas. (VIRAL/Santa Ambavati)

kuno

Di bawah gemerlapnya penjaga citra institusi yang pandai menjaga reputasi kantor, nampaknya di era keterbukaan informasi ini, masih banyak pejabat dan personel humas yang bungkam dengan tetap mempertahankan “gaya lama”.

Birokrasi lama tidak responsif, apatis, dan acuh tak acuh terhadap kepentingan relasional. Penyakit ini jelas masih ada di banyak institusi yang tidak mau berbenah, meski zaman sudah banyak berubah. Padahal hubungan masyarakat dengan media atau lainnya harus dilakukan dalam hubungan simbiosis. Namun, gaya lama yang sama cukup membuat pekerja media merasa frustasi.

Wartawan RTV Juabdi Nursyah yang berdomisili di Padang, Sumatera Barat, terkadang kecewa dengan pelayanan humas beberapa instansi pemerintah yang lamban dalam merespon komunikasi.

“Ya WA baru baca, baca koran dan kita tunggu jawaban,” keluhnya.

Juabdi juga kerap kesulitan dengan rendahnya tingkat respons staf PR saat meminta konfirmasi berita.

“Terkadang juga ada pertanyaan yang harus kita diktekan dulu,” ujarnya.

Menurut pengamatan staf media Padang, petugas humas lebih mementingkan konten media sosial dari publikasi lembaganya daripada melayani jurnalis.

Sementara itu, redaktur Kompas.com Pythag Kurniati yang tinggal di Solo, Jawa Tengah, menyayangkan lambatnya penyampaian siaran pers Humas. Terlepas dari pekerjaan kru media, ini berpacu dengan waktu untuk menyampaikan berita secepat mungkin.

Terkait kecepatan penyebaran informasi, Pythag kemudian mengenang sosok mendiang Sutopo Purwo Nugroho, mantan Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas (Pusdatin) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Menurutnya, dedikasi Sutopo mencerminkan kehumasan yang sebenarnya.

“Bagaimana keseluruhan kepemimpinan PR benar-benar memengaruhi kinerja tim yang mereka pimpin,” kata Pythag.

Atau pengalaman Andrei Wiradi, seorang manajer komunikasi pemasaran di sebuah start-up teknologi di Jakarta, yang terkejut ketika dihubungi oleh agen PR sebuah lembaga pemerintah, hanya mendapatkan reaksi yang tidak terduga.

“Ngomong-ngomong, dari mana kamu mendapatkan nomor teleponku?” dia menjawab.

Bagi Andre, konyol bagi seorang humas untuk menanyakan pertanyaan itu. Sebab, menurutnya, nomor HP Humas harus disebar agar bisa dilihat oleh semua pihak yang berkepentingan.

Melihat masih adanya anomali dalam pelayanan kehumasan, Abdullah Khusairi, pakar komunikasi Universitas Islam Nasional (UIN) Imam Bonjol Padang, pun angkat bicara.

Dalam pandangannya, pimpinan lembaga harus memberikan peran yang lebih besar kepada humas dan memberi mereka keberanian untuk mengambil sikap dan tindakan agar humas lembaga berjalan lebih baik dan lebih baik lagi.

“Lembaga yang tidak peduli dengan komunikasi publik akan dijauhi oleh publik,” ujarnya.

“Khusus untuk badan layanan publik pemerintah, fokus ini harus ditingkatkan agar akses informasi tidak berhenti di humas, apalagi menunggu perintah dari atas,” ujarnya.

Doktor Studi Islam dalam Komunikasi dan Media itu memberikan beberapa contoh kasus pemerintah daerah di mana peran humas lemah dan diambil alih oleh bupati hanya karena kepentingan elektoral.

“Berdasarkan pengamatan saya, cara pengelolaan beberapa situs pemerintah daerah dan media sosial mereka tidak profesional dan mengejutkan,” katanya.

“Walaupun ada yang aktif, namun tidak menarik perhatian masyarakat. Ini menunjukkan profesionalitas di instansi pemerintah di kehumasan Pemda perlu mendapat perhatian penuh,” ujar Wakil Dekan Fakultas Misi dan Ilmu Komunikasi III UIN Imam Bonjol menjelaskan .

Sebagai tulang punggung komunikasi organisasi, personel humas harus mudah didekati dan dihubungi, serta menjalin komunikasi yang hangat dengan media, sehingga dapat membentuk citra organisasi yang baik.Hal ini juga yang menjadi tujuan humas. .

Begitulah berita menyangkut Semestinya Humas mudah dihubungi yang ditulis oleh Famili Pulsa, jika kamu seneng untuk berjualan pulsa dengan menjadi master dealer atau mitra di familipulsa.com silahkan mendaftar di server kita.

kita menawarkan kerjasama yang menguntungkan karena harga yang sangat murah untuk dijual lagi dan di downlinekan.

Cara pendaftaran dapat dilihat pada halaman CARA DAFTAR lalu ikuti langkah-langkah selanjutnya

“Mulailah berbisnis pulsa dan dapatkan kelebihan yang luar biasa! Nikmati kemudahan transaksi, kecepatan pengiriman, dan layanan pelanggan yang luar biasa. Dapatkan kelebihan dari berbagai macam produk dan layanan yang kita tawarkan. Jadilah bagian dari jutaan orang yang sudah berhasil menggerakkan bisnis pulsa dan dapatkan kelebihan yang luar biasa!”

Semestinya Humas mudah dihubungi #Semestinya #Humas #mudah #dihubungi

You May Also Like